Anak shaleh adalah kekayaan
yang sangat mahal. Mungkin karena saking mahalnya sehingga data yang
mengungkapkan tentang anak yang shaleh begitu sulit terungkapkan. Anak shaleh
nampaknya seperti misteri, keberadaannya ada, tapi mereka seperti sesuatu yang
tidak ada.
CIRI-CIRI ANAK YANG SHOLEH :
BERPIKIRAN JERNIH
Anak-anak
shaleh tetap berpikir jernih di saat yang lain dipenuhi pemikiran yang sarat
dengan kepentingan-kepentingan. Kejernihan pikirannya karena adanya filter
dalam diri. Mereka menempa dirinya dengan bentangan luas samudera al-Qur’an.
Qur’an dan kandungan wahyu di dalamnya menjadi nafasnya. Mereka menyelami
kedalaman wahyu itu dengan rasa yang haus. Dengan penuh rasa haus pula mereka
menangguk nasihat-nasihat wahyu Ilahi tersebut.
Yang membuat
sepi hatinya adalah ketika mereka merasakan mulai ada jarak dengan Qur’an.
Makin jauh jarak itu akan dirasakan sebagai sesuatu yang kering dan
menyakitkan, menyayat-nyayat dan menusuk-nusuk batin. Mereka menangis dan
menjerit bukan karena kehilangan harta benda, juga bukan karena ada luka pada
anggota fisiknya. Tapi tangisan dan jeritannya lebih terdorong oleh adanya rasa
kehilangan dalam dirinya, rasa sesal terlepas dari ikatan ruhaninya.
Pada
anak-anak demikian, tidak sampai rasa iri yang muncul hingga mempengaruhi
tindak lakunya. Tapi kesemuanya itu dapat dikendalikan, sehingga rasa hasud,
dengki, cemburu, tidak dibiarkan meletup menjadi tingkah laku yang dapat
mengurangi keharmonisan dan persahabatan. Mereka telah mengasah dirinya dengan
bimbingan ketuhanan sehingga dapat mengontrol dengan baik segenap sikapnya.
BERHATI
BERSIH
Ketika sebagian
manusia sedang asyik berdansa dan menari-nari dalam dunia kemaksiatan,
anak-anak shaleh dengan tekun dan penuh khidmat membuka lembaran demi lembaran
wahyu di majlis-majlis dzikir. Mereka mengkaji dan berdiskusi tentang nikmat
Allah dan sunnatullah di mana saja. Lingkaran aktivitas mereka tak lepas dari
masjid, di manapun masjid itu berada. Hal ini akan menambah kontrol sosial
baginya, yang semakin menjauhkannya dari lingkungan yang penuh dan membawa
maksiat.
Pikirannya
menjangkau dunia dan mengetahui apa yang terjadi di kanan kirinya, tapi mereka
tidak larut dalam kehidupan dunia yang penuh tipuan ini. Tidak terjebak pada
permainan-permainan yang merusak dan membuatnya jatuh tergelincir.
Mereka
memiliki rem pengendali. Ketika sedang di ladang, di pasar, di kantor, di hotel
dan di manapun jua di tempat-tempat yang sepi ataupun ramai mereka tidak mudah
lepas dari ikatan aqidah dan keimanannya. Mereka tidak mau menjual permata
keyakinannya dengan sesuatu yang bernilai rendah. Mereka memiliki harga diri, dan
dapat mempertahankannya dengan kuat.
Mereka
memahami dengan benar apa yang disampaikan Tuhannya. Ayat-ayat yang telah
diturunkanNya telah diterima sebagai kebenaran, bukan sesuatu yang bernilai
berita semata.
Mereka
meyakini bahwasannya kebenaran-kebenaran itu semestinya ditegakkan, termasuk
oleh dirinya sendiri. Ayat berikut ini menjadi tadabbur untuk selalu dapat
berhati-hati dalam hidupnya:
“Dan berilah
perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan
yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di
muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh
angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Kahfi: 45)
Ketika
sebagian manusia bersikap tak acuh terhadap kedua orang tuanya, mereka para
anak shaleh justru sangat menjunjung tinggi orang tua mereka. Saat tindakan
kotor mendapatkan kehalalan oleh manusia, mereka dikaruniai akhlak yang tinggi
oleh Allah dengan perangkat kemampuan selalu mengingatkan manusia kepada negeri
akhirat.
“Sesungguhnya
Kami telah mencucikan mereka (dengan menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang
tinggi yaitu selalu mengingatkan (manausia) kepada negeri akhirat.” (QS Shaad:
46)
Mereka
menyadari dengan sepunuh hati, bahwa segala tingkah laku ada
pertanggungjawabannya. Dan pertanggungjawaban yang paling tidak bisa
dimanipulasi adalah pertanggungjawaban di Pengadilan Tuhan kelak, ketika
manusia diperhadapkan di hadapan Sang Hakim Agung Allah swt.
BERTINDAK
ASIH
Karena
kegemarannya kepada kebaikan, ia sangat senang melakukan amalan-amalan yang
mengundang kesejukan. Kepada teman, kawan dan lingkungan yang ditonjolkannya
bukan sifat arogan tapi sifat ruhama-nya, sifat kasih sayang dan penyantunnya.
Sifat-sifat seperti itu yang menghiasi dirinya. Tingkah lakunya tidak
memperturutkan kehendak di luar hatinya, tapi selalu melalui konfirmasi lebih
dahulu dengan kata hati itu. Sikapnya sama sekali bukan untuk menari pujian
dari orang lain. Semata-mata untuk menegakkan kebenaran yang telah bersarang
dalam lubuk hatinya. Ia ingin sekali menjabarkan lembaran-lembaran al-Haq yang
telah bersemayam itu, supaya juga dirasakan oleh segenap manusia. Sebab
baginya, dengan melakukan amalan-amalan seperti itu kenikmatan-kenikmatan telah
diperolehnya. Dan itu, jauh dari sekedar bentuk pujian dan sanjungan-sanjungan.
Satu sunnah yang dijalankan, ada terasa satu derajat yang dinaikkan. Satu ayat
diamalkan, kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya semakin berlipat-lipat.
Karena tingkah lakunya yang serba asih ini, masyarakat merasakan benar
kesejukan keberadaannya.
Anak yang
shaleh adalah kekayaan yang mahal. Merekalah bakal-bakal manusia shaleh setelah
dewasa. Semoga sikap istiqamah kita dalam beribadah mendorong kita menuju ke
arah sana. Masuk ke dalam kelompok ‘ibadihish-shalihiin, hamba-hamba-Nya yang
shaleh
Sholeh lo temanku
BalasHapus