Kamis, 25 Oktober 2012, 20:24 WIB
Rumah sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Jalur Gaza, menangani korban perang dalam kondisi tertentu.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY - Rumah sakit Indonesia (RSI) yang
dibangun MER-C di Bait Lahiya, Jalur Gaza, Palestina, dimaksudkan untuk
menampung korban perang. RS ini dibangun MER-C
berdasarkan pengalaman saat terjadi perang dengan Israel 2009 lalu, RS Assifa, satu-satunya RS yang menjadi rujukan di Gaza City mengalami kelebihan pasien.
"Saat itu Assifa menjadi satu-satunya rujukan korban di seluruh Gaza. RS Assifa mengalami kelebihan beban pekerjaan dan korban," kata Presidium MER-C di Bait Lahiya, Gaza, Kamis (24/10), seperti dilaporkan Subroto, wartawan Republika.
Namun, kata Jose, dalam kondisi damai RS Indonesia ini akan berfungsi sebagai RS biasa. RS ini dilengkapi juga dengan klinik anak, neurologi, penyakit dalam, jantung, dan sebagainya. "Dalam kondisi perang, RS ini langsung berubah menangani korban perang."
Untuk mendukung itu RS Indonesia dilengkapi dengan 5 kamar operasi dan 10 tempat tidur ICU. RS ini masih dilengkapi juga dengan bank darah yang mendukung suasana gawat darurat.
Selain itu, RS ini melayani fungsi rekonstruksi dan rehabilitasi orang cacat. Di sini juga akan bisa dibuat protise dan tempat melatih mereka yang cacat agar bisa melakukan aktifitas sehari-hari.
Jose mengatakan, kebutuhan dana untuk pembangunan fisik RS mencapai Rp 30 miliar. Sampai saat ini dana yang terkumpul sudah mencapai Rp 25 miliar. Setelah pembangunan fisik RS selesai masih ada kebutuhan untuk equipment sekitar Rp 25 miliar, masjid Rp 3-5 miliar, dan kantor sekitar Rp 1,2 miliar.
berdasarkan pengalaman saat terjadi perang dengan Israel 2009 lalu, RS Assifa, satu-satunya RS yang menjadi rujukan di Gaza City mengalami kelebihan pasien.
"Saat itu Assifa menjadi satu-satunya rujukan korban di seluruh Gaza. RS Assifa mengalami kelebihan beban pekerjaan dan korban," kata Presidium MER-C di Bait Lahiya, Gaza, Kamis (24/10), seperti dilaporkan Subroto, wartawan Republika.
Namun, kata Jose, dalam kondisi damai RS Indonesia ini akan berfungsi sebagai RS biasa. RS ini dilengkapi juga dengan klinik anak, neurologi, penyakit dalam, jantung, dan sebagainya. "Dalam kondisi perang, RS ini langsung berubah menangani korban perang."
Untuk mendukung itu RS Indonesia dilengkapi dengan 5 kamar operasi dan 10 tempat tidur ICU. RS ini masih dilengkapi juga dengan bank darah yang mendukung suasana gawat darurat.
Selain itu, RS ini melayani fungsi rekonstruksi dan rehabilitasi orang cacat. Di sini juga akan bisa dibuat protise dan tempat melatih mereka yang cacat agar bisa melakukan aktifitas sehari-hari.
Jose mengatakan, kebutuhan dana untuk pembangunan fisik RS mencapai Rp 30 miliar. Sampai saat ini dana yang terkumpul sudah mencapai Rp 25 miliar. Setelah pembangunan fisik RS selesai masih ada kebutuhan untuk equipment sekitar Rp 25 miliar, masjid Rp 3-5 miliar, dan kantor sekitar Rp 1,2 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar