Luas es di Arktik semakin berkurang dan menyusut tiap tahunnya.
EPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah pejabat senior pemerintah Amerika Serikat (AS) awal pekan ini mendapatkan pengarahan singkat tentang bahaya pecairan masif es di Kutub Utara dan Arktik selama dua tahun terakhir. Pasalnya, pantauan NASA mengindikasikan seringnya kejadian cuaca ekstrem di AS salah satunya karena pencairan es yang lebih cepat dari perkiraan.
Ini adalah indikasi bahwa AS semakin khawatir perubahan iklim yang berimplikasi kepada keamanan internasional dan domestik. Direktur Oceans Institute di Universitas Western Australia, Carlos Duarte mengatakan lautan es Arktik mencair dengan kecepatan di atas normal sejak awal April. "Situasi Arktik ini seperti bola salju. Perubahan signifikan di Kutub Utara berasal dari akumulasi gas rumah kaca antropogenik di perkotaan yang menyebabkan emisi rumah kaca kian meningkat," ujarnya, dilansir dari The Guardian, Selasa (7/5).
Citra satelit NASA pada Maret 2013 mengungkapkan telah terjadi sebuah retakan besar di lautan es yang menghubungkan wilayah Beaufort Gyre dengan Alaska. Musim panas di Kutub Utara menyebabkan es abadi itu kehilangan kebekuannya akibat cuaca ekstrem.
"Hilangnya es di Arktik dan pemanasan cepat menyebabkan aliran air ke seluruh Amerika Utara, Eropa, dan Rusia kian cepat. Ini lah yang kemungkinan menjadi penyebab beberapa musibah cuaca ekstrem yang menelan banyak korban di Amerika," ujar Kepala Ilmuwan NASA, Gale Allen.
Dua tahun lalu, AS mengalami kekeringan ekstrem dan mendatangkan musibah besar bagi petani, khususnya negara-negara penghasil gandum. Produksi pangan dunia menurun dan kelaparan massal tak terelakkan. Harga pangan naik tajam dan menyebabkan kerusuhan global yang merebakkan isu ketahanan pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar