Syaikh Al-Qahthany bercerita, “Pernah aku
memandikan mayat. Baru saja kumulai, mendadak warna kulit si mayat
berubah jadi hitam legam, padahal sebelumnya putih bersih. Dengan rasa
takut aku keluar dari tempat memandikan. Lalu aku bertemu dengan seorang
laki-laki. Aku bertanya,”Mayat itu milikmukah ?” Ia jawab, “Ya,” Aku
bertanya lagi, “Apa ia ayahmu?” Ia menjawab, “Ya.” Aku bertanya, “Kenapa
ayahmu itu sampai begini?” Ia menjawab, “Sewaktu hidupnya ia tidak
sholat.” Maka aku katakan kepadanya, ” Urusi sendiri ayahmu, dan
mandikanlah ia !”
Ibnu Qayyim berkata, “Abu Abdullah
Muhammad bin Zubair Al-Haiany bercerita pada kami, bahwa suatu hari
selepas Ashar ia keluar rumah untuk berjalan-jalan di taman. Menjelang
matahari tergelincir, ia meratakan sebuah kuburan. Tiba-tiba ia melihat
sebuah bola api yang telah menjadi bara dan di tengahnya ada mayat. Dia
usap-usap matanya seraya bertanya pada dirinya, apakah hal ini mimpi
atau kenyataan. Setelah melihat dinding-dinding kota Madinah, ia baru
sadar bahwa hal ini suatu kenyataan.
Dengan rasa takut dan tubuh gemetar, ia
pulang. Ketika keluarganya menyuguhi makanan, ia tidak kuasa memakannya.
Setelah cari info ke sana ke mari, akhirnya diperoleh jawaban bahwa
kuburan itu adalah kuburan penguasa yang zalim yang suka korupsi yang
kebetulan mati hari itu.”
Kita mohon perlindungan Alloh dari
su’ul-khotimah. Kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti, apakah
baik atau buruk. Karena itu hendaknya kita instropeksi diri terhadap
iman dan taqwa kita.
Orang-orang sholih zaman dahulu pun takut
akan keburukan akhir hidup mereka. Sufyan Ats-Tsaury sering menangis
sendiri dan berkata, “Aku begitu takut kalau dalam suratan takdir aku
tercatat sebagai orang yang celaka. Atau imanku lepas ketika akan
menghadapi maut.”
Ketika ajal hampir menjemputnya, Ibrahim
An-Nakha-i menangis seraya berkata, ” Bagaimana aku tidak menangis pada
saat aku menanti utusan Tuhanku, apakah membawa berita bahwa aku ke
sorga, ataukah ke neraka ?”
Ketika Abu ‘Athi’ah menjelang wafat, ia
menangis dan ketakutan. Orang-orang bertanya, “Mengapa Anda ketakutan?”
Dia menjawab, “Bagaimana mungkin aku tidak takut pada detik-detik
seperti ini dan kemudian aku akan dibawa ke mana, aku tidak tahu.
“Begitulah kehidupan orang-orang saleh terdahulu. Walau pun sudah
terkenal kesalehannya, namun tetap saja mereka takut pada su-ul
khotimah.
Lalu bagaimana dengan kita? Sudah
pantaskah kita untuk tidak merasa takut akan su’ul-khotimah? Padahal
mereka, yang tentu lebih baik agamanya dari kita pun masih merasa takut
akan su’ul-khotimah.
Lalu jika kita ingin mati dengan
husnul-khotimah dan tanpa su’ul-khotimah, apa yang harus dilakukan?
Simak hadits ini: Dari Ali bin Abu Thalib radhiyAllohu ‘anhu dari Nabi
shallAllohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Setiap diri yang telah
dihembuskan nyawanya, maka Alloh telah menentukan tempatnya di surga
atau di neraka” Lalu ada seorang shahabat yang bertanya, ” Ya
Rasululloh, kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita pasrah pada apa
yang telah ditentukan kepada kita dan kita tidak usah beramal ?”
Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beramallah!
Masing-masing akan diberikan kemudahan trehadap apa yang telah
diciptakan untuknya. Adapun yang termasuk orang-orang yang bahagia, maka
Alloh akan memudahkannya melakukan amalan orang-orang yang bahagia. dan
adapun yang termasuk orang-orang yang celaka, maka Alloh akan
memudahkannya melakukan amalan orang-orang yang celaka. “Kemudian beliau
membaca firman Alloh: “Adapun orang-orang yang memberikan (hartanya
pada jalan Alloh) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang
mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami kan menyiapkan
baginya (jalan) yang sukar [QS: Al-Lail: 5-10]” (HR: Al-Bukhary dan
Muslim)
Begitulah jawabannya. Tetap saja kita
diperintahkan untuk beramal sholih, walaupun celaka atau bahagianya kita
telah ditentukan sejak kita masih di rahim ibu. Sebab siapa saja yang
bertaqwa dan beriman, Alloh akan memudahkan beginya jalan menuju
bahagia. Dan tentu saja kita juga harus menjauhi amal-amal buruk agar
Alloh menghindarkan kita dari jalan yang celaka.
Tentu saja, beramal sholih dan menjauhi
maksiat itu ada cara-cara yang jitu untuk melakukannya. Siapa yang
mengetahui cara-cara tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan tentu ia
akan bahagia. Maka sudah sewajarnya kita berlomba-lomba mencari tahu
cara-cara tersebut lewat bertanya, membaca buku-buku agama, dan tentu
saja dari materi-materi di majelis pengajian.
rujukan: mediamuslim.com
SUMBER : http://anangnurcahyo.wordpress.com/2011/05/01/renungan-kisah-husnul-khotimah-vs-suul-khotimah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar