Senin, 13 May 2013
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu
'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Rajab merupakan salah satu dari bulan haram yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada
sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu." (QS. Al-Taubah: 36)
Empat bulan haram tersebut adalah: Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Disebutkan dalam Shahihain, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam saat berkhutbah pada haji Wada' mengatakan,
إِنَّ
الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو
الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى
وَشَعْبَانَ
"Sesungguhnya zaman telah beredar
sebagaimana yang ditentukan semenjak Allah menciptakan langit dan bumi.
Dalam setahun terdapat dua belas bulan diantaranya empat bulan haram;
tiga bulan diantaranya berurutan, (keempat bulan haram itu adalah)
Dzulqa’dah, Dzulhijjah Muharram dan Rajab bulan Mudhar yang berada
diantara Jumada (Akhirah) dan Sya’ban." (HR. Bukhari no. 4662 dan Muslim no. 1679 dari hadits Abu Bakrah Radhiyallahu 'Anhu)
Disebut atau dinamakan dengan bulan haram disebabkan dua perkara: Pertama, karena diharamkan perang di dalamnya kecuali kalau musuh memulainya. Kedua,
karena besarnya kehormatan dan keagungan bulan-bulan tersebut sehingga
maksiat yang dikerjakan di dalamnya dosanya lebih besar daripada
bulan-bulan selainnya. Karena itu Allah melarang kita secara khusus dari
melakukan kemaksiatan-kemaksiatan pada bulan-bulan tersebut. Allah
berfirman,
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."
(QS. Al-Taubah: 36) padahal melakukan kemaksiatan tetap diharamkan dan
dilarang sepanjang pada bulan-bulan haram ini dan bulan-bulan
selainnya, hanya saja pada bulan-bulan haram ini larangannya lebih kuat.
Syaikh Al-Sa'di rahimahullah
menjelasakan tentang maksud larangan berbuat zalim pada ayat di atas,
bahwa dhamir (kata ganti) bisa bermakna kembali kepada 12 bulan yang
disebutkan, yang maksudnya Allah Ta'ala menjelaskan bahwa Dia telah
menjadikannya sebagai ketetapan bagi para hamba supaya mereka mengisinya
dengan ketaatan, bersyukur kepada Allah atas kenikmatan-Nya dengan
bulan-bulan tersebut, dan memanfaatkannya untuk memberikan kebaikan
kepada umat manusia. Karena itu janganlah kalian menzalimi diri sendiri.
Bisa juga dhamir tersebut kembali kepada
empat bulan haram, ini larangan khusus bagi mereka dari melakukan
kezaliman di dalamnya yang disebutkan bersamaan dengan larangan berbuat
zalim pada setiap saat/waktu. Ini untuk menunjukkan kehormatannya yang
lebih dan kezaliman di dalamnya dosanya lebih besar daripada di
bulan-bulan lainnya. (Taisir al-Sa'di: 373)
. . . Ini untuk menunjukkan kehormatannya (4 bulan haram) yang lebih dan kezaliman di dalamnya dosanya lebih besar daripada di bulan-bulan lainnya. . .
Tidak Ada Puasa Khusus di Bulan Rajab
Kemuliaan bulan Rajab ini disikapi
sebagian kaum muslimin dengan menghususkan beberapa ibadah tertentu di
dalamnya. Salah satunya adalah puasa. Mereka meyakini ada keutamaan
tertentu jika berpuasa pada hari-hari tertentu dari bulan ini. Padahal
menetapkan waktu ibadah merupakan perkara tauqifi, tidak diketahui
kecuali dengan dalil. Sementara tidak ada hadits shahih marfu’ yang
mengkhususkan puasa sunnah di beberapa harinya; baik pada hari pertama,
kedua, ketiga, ketujuh, atau pada keseluruhannya.
Sementara hadits-hadits yang menunjukkan
adanya puasa model di atas, statusnya maudhu' (palsu). Di antaranya,
hadits yang menyebutkan: "Siapa yang puasa tiga hari pada bulan
Haram, yaitu hari Kamis, Jum'at, dan Sabtu, maka Allah akan mencatat
baginya pahala ibadah 700 tahun," dan dalam riwayat lain, "60 tahun". Hadits lainnya, "Puasa
hari pertama dari bulan Rajab merupakan kafarat (penghapus dosa) untuk
tiga tahun, pada hari kedua sebagai kafarat untuk dua tahun, lalu pada
setiap harinya untuk kafarat selama satu bulan." Hadits yang lain yangtidak kalah masyhur, "Rajab adalah syahrullah (bulan Allah), Sya'ban adalah bulanku (Nabi Muhammad), dan Ramdlan adalah bulan umatku." Semua riwayat ini adalah palsu dan dusta.
Memang terdapat hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menunjukkan anjuran berpuasa pada bulan-bulan haram (Rajab dan tiga bulan haram lainnya):
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
"Puasalah pada bulan-bulan Al Hurum
(bulan Rajah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, -Penerj.) dan
hentikanlah (beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali)." HR. Abu Dawud no. 2428 dan didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif Abi Dawud)
Hadits ini –jika shahih- menunjukkan
anjuran berpuasa pada bulan haram. Maka siapa yang berpuasa pada bulan
Rajab untuk menjalankan hadits tersebut maka ia juga harus berpuasa pada
bulan-bulan haram selainnya, maka ini tidak apa-apa. Namun jika
menghususkan pada bulan Rajab saja, maka tidak boleh. Wallahu a'lam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata: Adapun puasa Rajab secara khusus, maka hadits-hadits (yang
menerangkannya) semuanya dhaif (lemah), bahkan maudhu' (palsu). Tidak
ada ulama yang bersandar kepada hadits-hadits tersebut. Ini tidak
termasuk dhaif yang boleh diriwayatkan dalam bab fadhail
(keutamaan-keutamaan amal), tapi secara umum termasuk hadits-hadits
maudhu yang dipalsukan. . .
Terdapat di dalam al-Musnad (Imam Ahmad) dan selainnya, satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
beliau memerintahkan berpuasa pada bulan-bulan haram: Rajab,
DzulQa'dah, Dzulhijjah, Muharram. Maka ini tentang puasa pada empat
bulan secara keseluruhan, tidak hanya menghususkan Rajab." (Diringkaskan
dari Majmu' Fatawanya: 25/290)
Sedangkan mengisi bulan Rajab dengan puasa sebulan penuh telah diingkari oleh para ulama. Beberapa sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam diantaranya Aisyah, Umar bin Khaththab, Abu Bakrah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhum Jami’an telah mengingkari orang yang berpuasa penuh di bulan Rajab atau mengkhususkan puasa di bulan Rajab.
Ibnu Rajab berkata, "Adapun puasa, tidak ada keterangan yang sah dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya tentang keutamaan puasa khusus pada bulan Rajab."
Diriwayatkan dari Umar bin Khathab radliyallahu 'anhu,
bahwa beliau pernah memaksa seseorang untuk membatalkan puasa Rajab dan
berkata, "Apa itu (puasa) Rajab? Sesungguhnya Rajab diagungkan oleh
orang Jahiliyah, maka ketika datang Islam hal itu ditinggalkan."
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata:" Semua hadits yang menyebutkan tentang keutamaan puasa Rajab
dan shalat pada beberapa malamnya adalah hadits dusta yang diada-adakan
(dipalsukan)." (Lihat al-Manar al-Munif, hal. 96)
Ibnul Hajar berkata dalam Tabyin al-'Ajab bimaa Warada fii Fadhli Rajab
hal. 11: "Tidak terdapat dalil shahih yang layak dijadikan hujah
tentang keutamaan bulan Rajab dan tentang puasanya, tentang puasa khusus
padanya, dan qiyamullail (shalat malam) khusus di dalamnya."
Sayyid Sabiq rahimahullah dalam
Fiqih Sunnah 1/383 mengatakan: "Dan berpuasa Rajab, tidak ada keutamaan
yang lebih atas bulan-bulan selainnya, hanya ia termasuk bulan haram.
Tidak terdapat keterangan dalam sunnah yang shahih bahwa Puasa tersebut
(Rajab) memiliki keistimewaan. Dan hadits yang menerangkan hal itu tidak
layak dijadikan argumentasi."
. . . Adapun puasa Rajab secara khusus, maka hadits-hadits (yang menerangkannya) semuanya dhaif (lemah), bahkan maudhu' (palsu). . . (Ibnu Taimiyah)
Syaikh Utsaimin rahimahullah
pernah ditanya tentang puasa tanggal 27 Rajab dan shalat malam padanya.
Beliau menjawab: "Puasa pada hari ke 27 dari bulan Rajab dan shalat pada
malam harinya dengan menghususkan hal itu adalah perkara bid'ah, dan
setiap perkara bid'ah (dalam ibadah,-pent) adalah sesat." (Majmu' Fatawa
Ibnu Utsaimin: 20/440)
Dalam Fatwa beliau yang lainnya, “Tidak
ada keutamaan khusus yang dimiliki oleh bulan Rajab dibandingkan dengan
bulan-bulan haram lainnya, tidak dikhususkan umrah, puasa, shalat,
membaca Al-Qur'an bahkan dia sama saja dengan bulan haram lainnya.
Seluruh hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat atau puasa
padanya maka derajatnya lemah yang tidak boleh dibangun di atasnya hukum
syar’i”
Namun bukan berarti berpuasa sunnah
seperti puasa Senin-Kamis, tiga hari setiap bulan, Puasa Dawud, atau
puasa mutlak pada bulan Rajab tidak diperbolehkan. Ibnu Shalah Rahimahullah
berkata, “Tidak ada hadits shahih yang melarang atau menganjurkan
secara khusus berpuasa di bulan Rajab maka hukumnya sama saja dengan
bulan lainnya yaitu anjuran berpuasa secara umum."
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Tidak ada larangan demikian pula anjuran secara khusus untuk
berpuasa di bulan Rajab akan tetapi secara umum hukum asal puasa adalah
dianjurkan." Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar